TIGO TUNGKU SAJARANG DALAM PENGUATAN KARAKTER
PENGUATAN KARAKTER

Karakter menjadi tonggak dalam kemajuan bangsa, untuk mencapai generasi emas 2045 generasi emas akan lahir dari karakter yang baik.
Problema urgensi yang dihadapi dalam menguatkan karakter generasi muda adalah :
- Perkembangan teknologi. Teknologi berkembangan dengan pesat, banyak aplikasi, berita-berita, permainan game, dan film panjang/pendek yang tidak ada pembatasan, semua orang dapat menonton dan menikmati teknologi tersebut, Anak-anak sibuk main game, saat belajarpu asyik mendenganr music, dengan mengecoh guru memasang handset ditelinga saat belajar. Teknologi sebagai alat untuk memecahkan masalah dnegan cepat, malas berkoordinasi dan berkomunikasi dengan sesame keluarga dan teman, sibuk dengan diri sendiri.
- Generasi instan, dikenal juga dengan istilah generasi Z lahir tahun 1997-2012, yang pola pikir dan gaya hidup serba cepat dan mudah karena terpengaruh dari kemajuan teknologi yang serba instan. Keinginan lebih cepat didapat dan mencari jalan pintas untuk mencapai tujuan. semakin akrab dengan label "generasi instan". Mereka tumbuh bersama smartphone, media sosial, dan layanan on-demand seperti Gojek atau TikTok, yang menjanjikan segalanya dalam hitungan detik. Namun, di balik kemudahan itu, muncul polemik baru: apakah pola pikir serba cepat ini justru membuat Gen Z rentan terhadap tekanan psikologis dan kurang tangguh? Sebuah survei terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hampir 10 juta pemuda usia 15-24 tahun di Indonesia menganggur, sebagian besar karena ekspektasi kerja yang terlalu tinggi tanpa pengalaman memadai (jurnal pos media.com)
- Penurunan karakter. Zaman sekarang orang dewasa maupun anak kecil terjadi penurunan karakter, sifat empati sudah berkurang, sifat egois yang banyak kita lihat. Kebanyakan di zaman sekarang orang tidak mau disalahkan, walaupun jelas bersalah.Suatu masalah akan muncul apabila ada aksi dan reaksi, ada sebab dan ada akibat.
- Kejahatan /kekerasan. Baru-baru ini kita mendengar dan membaca ada berita tawuran di jalan yang menganggu ketentraman. Kejahatan terjadi dimana-mana baik pembunuhan, perkosaan, demo, begitu juga dengan kekerasan baik kekerasan fisik maupun kekerasan non fisik. Bentuk kekerasan fisik memukul, menendang, menampar, meludahi, atau Bentuk kekerasan yang menggunakan non fisik. Kekerasan terlihat atau berbekas pada orang yang kena, bagi orang yang melakukan akan mendapat hukuman karena sesuai dengan Permendikbudristek nomor 46 Tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan di sekolah (PPK).
- Penurunan pemahaman terhadap budaya lokal. Budaya lokal sudah tertinggal oleh teknologi yang canggih, ada peribahasa mengatakan “Dimana Bumi Di pijak , Disitu Langit Dijunjung”, apa arti kalimat ini ? peribahasa yang sering kita dengar, tetapi anak-anak muda zaman sekarang banyak yang belum paham tentang peribahasa ini. Seseorang harus menghormati dan mengikuti adat istiadat serta aturan yang berlaku di tempat ia tinggal. Ini berarti kita perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan, menghargai budaya lokal, dan berperilaku sopan sesuai dengan norma yang ada di masyarakat setempat. Sat pergi liburan
- Problema Kesehatan fisik dan psikis ( judi online, obesitas, stunting, kesehatan mental, adiktif gawai, pornografi dan narkoba). Kesehatan nomor satu untuk diri kita, saat kita sehat semua dapat dilaksanakan dan dimakan, saat sakit sudah berkurang kegiatan yang bisa dilaksanakan dan berkurang selera untuk makan. Judi online merajalela dimana-mana, yang tua, yang muda ketagihan main judi online. Obesitas menjadi problema karena berhubungan dengan Kesehatan, menyebab obesitas jelas makanan yang kurang terkontrol, makan yang manis-manis, makanan cepat saji, kafe berdiri dimana-mana dengan anekaragam makanan yang cepat saji dan menyajikan minuman yang banyak mengandung gula. Kasus stunting juga menjadi problema, tinggi badan tidak seimbang dengan umur, ini dapat mengurangi percaya diri dan penampilan seseorang. Akibat dari Kesehatan yang kurang seperti obesitas, stunting maka dapat merusak mental seseorang karena kurang percaya diri. Pornografi telah menjadi biasa saja , banyak dilihat dimedia sosial aplikasi game yang menjebak ke pornografi, terkahir nakoba yang istilah manisnya narkoboy. Narkoba seperti sabu sering menyebabkan kerugian ekonomi nasional hingga triliunan rupiah per tahun, serta meningkatkan angka kriminalitas seperti pencurian untuk membiayai kecanduan. Penggunaan sabu dapat menyebabkan gangguan jiwa, kerusakan organ, dan penularan HIV/AIDS melalui suntikan. Tersangka dijerat Pasal 114 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Dari kasus diatas perlu dipikirkan Solusi untuk mengatasi permasalahan, yang mana Solusi itu antara lain : Sinergi sekolah , orang tua/masyarkat, pemerintah.
Pendidikan merupakan fondasi utama bagi kemajuan bangsa, dan keberhasilannya bergantung pada kerja sama yang erat antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Di tengah tantangan era globalisasi, sinergi ketiga pihak ini menjadi kunci untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, inovatif, dan berkualitas. Sinergi antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah bukan hanya tentang meningkatkan prestasi akademik, tetapi juga membentuk karakter dan keterampilan anak untuk menghadapi tantangan global. Dengan terus memperkuat kolaborasi ini, Indonesia diharapkan mampu mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli dan bertanggung jawab. Mari bersama-sama wujudkan pendidikan yang inklusif dan bermakna melalui kerja sama yang solid dan berkelanjutan. Masa depan generasi kita ada di tangan kolaborasi kita hari ini.
Dalam semangat membangun pendidikan yang kokoh dan bermakna, konsep Tri Pusat Pendidikan—yang terdiri dari sekolah, orang tua/masyarakat, dan pemerintah—kini dianalogikan sebagai Tigo Tungku Sajarangan, sebuah filosofi Minangkabau yang menekankan keseimbangan tiga pilar kepemimpinan: Niniak Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai. Istilah ini mencerminkan sinergi tiga elemen utama pendidikan yang saling menopang, seperti tungku penyangga kuali, untuk mencetak generasi unggul yang berakar pada nilai budaya, agama, dan ilmu pengetahuan.
Dalam konteks pendidikan modern, Tri Pusat Pendidikan diibaratkan sebagai Tigo Tungku Sajarangan. Sekolah berperan sebagai Cadiak Pandai, menyediakan ilmu pengetahuan formal dan keterampilan abad 21. Orang tua dan masyarakat, mirip dengan Niniak Mamak dan Bundo Kanduang, menjaga nilai-nilai moral, adat, dan pembinaan karakter di lingkungan keluarga serta komunitas. Sementara itu, pemerintah, bagaikan Alim Ulama yang memberikan arahan spiritual, berperan menetapkan kebijakan dan menyediakan sumber daya untuk memastikan pendidikan berjalan seimbang dan inklusif.
Sinergi Tri Pusat Pendidikan sebagai Tigo Tungku Sajarangan telah membawa dampak positif. Data dari Dinas Pendidikan Sumatera Barat menunjukkan peningkatan partisipasi orang tua dalam kegiatan sekolah sebesar 25% di daerah yang menerapkan pendekatan ini. Pendekatan Tri Pusat Pendidikan sebagai Tigo Tungku Sajarangan menawarkan model pendidikan yang holistik, menggabungkan ilmu pengetahuan, nilai budaya, dan moralitas. Dengan kolaborasi yang seimbang, ketiga “tungku” ini memastikan anak-anak Indonesia, khususnya di ranah Minang, tumbuh menjadi individu yang cerdas, berakhlak mulia, dan beridentitas kuat. “Seperti kuali yang kokoh di atas tiga tungku, pendidikan kita akan sukses jika sekolah, orang tua, dan pemerintah bekerja bersama. Ini adalah warisan Minangkabau yang relevan untuk masa depan,” kata Prof. Eka Sari, akademisi dari Universitas Negeri Padang. Banyak sekolah di Indonesia telah menerapkan strategi inovatif. Misalnya, program "Sekolah Ramah Karakter" di berbagai daerah melibatkan pembiasaan harian seperti membersihkan lingkungan untuk menumbuhkan rasa peduli, atau lokakarya etika digital untuk menghadapi tantangan media sosial. Selain itu, kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat memperkuat peran sekolah, di mana orang tua diajak mendukung nilai-nilai yang diajarkan di rumah, sementara masyarakat memberikan peluang praktik seperti layanan komunitas. Tahun 2025 Kemendikdasmen telah mengeluarkan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (G7KAIH).
Dalam ekosistem pendidikan, orang tua dan masyarakat memainkan peran krusial sebagai salah satu pilar Tri Pusat Pendidikan bersama sekolah dan pemerintah. Sebagai lingkungan pertama anak, orang tua dan masyarakat memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk karakter yang berintegritas, empati, dan bertanggung jawab, yang menjadi fondasi generasi unggul di era global. Orang tua adalah panutan pertama bagi anak. Nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, dan empati pertama kali dipelajari di rumah melalui contoh nyata. Misalnya, kegiatan sederhana seperti makan bersama sambil berdiskusi dapat menanamkan nilai saling menghargai dan komunikasi yang baik. Masyarakat, termasuk tokoh adat, tetangga, dan komunitas lokal, berfungsi sebagai lingkungan kedua yang memperkuat pembentukan karakter anak. Sebagai bagian dari Tri Pusat Pendidikan, orang tua dan masyarakat bekerja sama dengan sekolah dan pemerintah untuk menciptakan pendidikan karakter yang holistik. Forum seperti “Paguyuban Orang Tua” di berbagai daerah memungkinkan kolaborasi dengan guru untuk memantau perkembangan moral anak. Namun, tantangan seperti kurangnya kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan karakter atau kesenjangan akses di daerah terpencil masih ada. Untuk itu, pemerintah dan LSM terus mendorong pelatihan pengasuhan dan literasi digital bagi orang tua, terutama di wilayah pedesaan. Peran orang tua dan masyarakat dalam membentuk karakter anak ibarat tungku yang menjaga api pendidikan tetap menyala. Dengan keteladanan, bimbingan, dan keterlibatan aktif, mereka memastikan anak-anak tumbuh dengan nilai-nilai luhur yang relevan di era modern. “Karakter anak adalah cerminan keluarga dan lingkungannya. Mari kita wujudkan lingkungan yang mendukung anak menjadi pribadi yang berintegritas,” kata Dr. Ani Susanti, pakar pendidikan keluarga dari Universitas Indonesia.
Mari bersama wujudkan peran orang tua dan masyarakat sebagai pilar utama dalam membentuk generasi yang cerdas, berakhlak, dan peduli terhadap sesama. Sebagai salah satu pilar Tri Pusat Pendidikan bersama sekolah dan orang tua/masyarakat, pemerintah memiliki peran strategis dalam pembentukan karakter anak. Dengan kebijakan yang tepat, alokasi sumber daya, dan kolaborasi lintas sektor, pemerintah menjadi penggerak utama untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan berjiwa sosial Peran pemerintah dalam pendidikan karakter ibarat tungku yang menjaga stabilitas kuali pendidikan. Dengan kebijakan yang inklusif, dukungan sumber daya, dan kolaborasi yang erat dengan sekolah serta masyarakat, pemerintah dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang menghasilkan generasi berintegritas dan berjiwa sosial.
Mari dukung dan wujudkan Tri Pusat Pendidikan sebagai Tigo Tungku Sajarangan, demi generasi yang berilmu, berbudaya, dan bermartabat