KIAT GURU MENUMBUHKAN BUDAYA POSITIF
GURU MENERAPKAN BUDAYA POSITIF

By Dra.Hj.Yenni Putri, MM 11 Jul 2023, 06:05:47 WIB Pendidikan
KIAT GURU MENUMBUHKAN BUDAYA POSITIF

Tahun Ajaran baru 2023/2024 dimulai pada bulan juli 2023, bagi peserta didik baru kelas x/fase E merupakan hal yang baru memasuki pendidikan menengah atas. Orang Tua mempersiapkan anaknya dengan baik memasuki pendidikan jenjang menengah atas dan sekolah pun yang siap menerima peserta didik juga mempersiapkan proses pembelajaran dengan baik sehingga menciptakan pendidikan yang bermutu dengan membangun ekosistem sekolah aman menyenangkan, inklusif dan nyaman dengan perubahan.

Pendidikan yang berkualitas tidak terlepas dari budaya positif yang ditanamkan pada peserta didik. Budaya Positif merupakan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab.

Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan.

Menciptakan Budaya Positif dengan kegiatan :

  1. Menciptakan Disiplin Positif.

Budaya Positif tidak terlepas dari disiplin sekolah, awal masuk kesekolah hal pertama yang akan tertanam dipikiran peserta didik dan orang tua adalah disiplin sekolah. Disiplin merupakan kunci kesuskesan seseorang. Sesuai dengan pendapat Ki Hajar Dewantara ““dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470).

Untuk mencapai murid yang merdeka syarat utamanya adalah harus mencapai disiplin yang kuat.  Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.  Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, bagaimana mengatasi diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bis bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya  karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal.

 

Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pembelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.

2. Kenyakinan Kelas

Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.

pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.

proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas.

berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai-nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing.

Ciri Keyakinan Kelas :

  • Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
  • Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
  • Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
  • Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
  • Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
  • Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
  • Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Prosedur Pembenetukan Kenyakinan Kelas :

  1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
  2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.
  3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.
    Contoh:
    Kalimat negatif: Jangan berlari di kelas atau koridor.
    Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.
  4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati. Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke keyakinan sekolah/kelas.
  5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan.
  6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.
  7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.

3. Memahami Kebutuhan Dasar Peserta Didik

          Untuk membangun budaya sekolah yang positif dengan lingkungan yag aman dan mendukung peserta didik menjadi pribadi yang berdaya,seimbang, dan bahagia, salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah mamahami kebutuhan dasar yang mendasari perilaku peserta didik. Ketika guru mengetahui kebutuhan apa yang mendasari murid dan guru berusaha menuntun dan mendukung murid dalam memenuhi kebutuhannya secara positif.

 Menurut Pendapat DR. William Gasser psykiater dari Ameriak Serikat menyatakan bahwa seluruh tindakn manusia memiliki tujuan tertentu yaitu memenuhi kebutuhan dasarnay, ketika  5 kebutuhan dasar telah memenuhi secara memadai maka murid akan tumbuh dengan seimbang dan bahagia, dan sebaliknya ketika seseorang tidak terpenuhi kebutuhan dengan baik maka seseorang akan emosi negatif seperti bosan, sedih, kecewa bahkan mereak dapat melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan atau melanggar peraturan, dengan kata lain perilaku buruk seseoranga adalah repon dari kebutuhan yang tidak terpenuhi, namun kereka tidak tahu cara untuk menyampaikannya.

Ada 5 kebutuhan dasar manusia menurut doktor willien Glasser :

    1. Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival) (kesehatan, tumah, makanan, biologis, rasa aman
    2. Kebutuhan untuk merasa diterima (love and belonging)
    3. Kebutuhan akan kebebasan (freedam)
    4. Kebutuhan akan kesenangan (fun)
    5. Kebutuhan akan penguasaan (power)

4. Guru memahami 5 posisi kontrol

          Guru mampu meletakkan posisinya pada saat peserta didik melanggar peraturan/kenyakinan yang sudah ditetapkan.

a. Posisi penghukum

          Dampak pada peserta didik akan berontak, melawan.

b. Posisi membuat rasa bersalah

          Dampaknya peserta didik merasa bersalah dan menyimpan energi negatif

          dalam dirinya.

c. Posisi sebagai teman

          Guru ramah dn akrab dengan guru. Murid berprilaku baik namun pada orang

           tertentu saja.

d. Posisi Pemantau/monitor

          Guru bekerja sesuai instrumen pemantauan

e. Manajer

          Guru sebagai coaching.

 

5. Menerapkan segitiga restitusi

Restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah, restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid merdeka, sehingga sikap reflektif dan kritis penerapan disiplin positif di lingkungannya.

Menurut pendapat Diane Gossen sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle.

Segitiga Restitusi terdiri dari :

  1. Sisi 1. Menstabilkan Identitas

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses.

  1. Sisi 2. Validasi Tindakan yang Salah

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

  1. Sisi 3. Menanyakan Keyakinan

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

  • Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
  • Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
  • Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
  • Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?

Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?

Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.

 

Sumber Data : Materi Kemdikbudristek Tahun 2023

 

 

 




Write a Facebook Comment

Komentar dari Facebook

Write a comment

Ada 1 Komentar untuk Berita Ini

View all comments

Write a comment